Wednesday, October 31, 2018

Harusnya Semua Anak Punya Ayah

Entah kenapa selalu ada rasa yang berbeda saat menyebutnya, panggilan ayah atau bapak yang tak pernah kulafalkan, terasa asing, dan berat. 

Mungkin karena aku tak menemukan sosoknya dalam kehidupanku, sehingga tak ada bayangan yang jelas bagaimana rasanya jatuh cinta pada lelaki yang harusnya menjadi cinta pertamaku. 
Atau mungkin karena aku tak ingin membuat ibuku bersedih dengan terus menanyakannya, sehingga seribu tanya kusimpan rapat dalam hati kecilku saja.
Ya, karena aku menyimpannya, dalaaam sekali, sampai-sampai aku tak pernah menyebutnya, dan aku pura-pura bahagia. Aku bahagia memiliki ibu saja, tapi sebenarnya aku sadar, itu hanya kalimat penghibur untuk hati gadis kecil yang lara.

Bukankah, seharusnya aku punya ayah? seperti anak kecil lain yang bahagia dengan setumpuk cerita tentang ayahnya, yang pergi jalan-jalan dengan dibonceng motor keliling kota, atau sekedar mereparasi sepedah yang lepas rantainya.
Iya, aku selalu sedih setiap kali membetulkan rantai sepedahku yang lepas, aku iri kenapa tidak ada sesosok laki-laki yang membantuku mereparasi, seperti anak perempuan lain yang tinggal tunjuk dan bilang "ayah, sepedah ku rusak, tolong diperbaiki".

Seharusnya semua anak perempuan punya ayah, yang menjadi tempat mengadu saat ada anak laki-laki nakal yang mengusili, yang menjadi rujukan bagaimana seharusnya seorang laki-laki, agar anak perempuannya memiliki figur dalam memilih suami.
Dan aku lagi-lagi diam, berusaha memendam dalam semua aduan, menyimpan sendiri ditempat paling sunyi di dalam diri. Melewati masa remaja dengan cukup berat karena tak memiliki konsep laki-laki dan perempuan secara tepat, tumbuh menjadi gadis tomboy tapi rapuh, menjadi pribadi yang dominan tapi cengeng.

Pun, semua anak laki-laki harusnya memiliki ayah, tempat mereka belajar bagaimana cara mengganti ban mobil sampai dengan apa saja tanggung jawab yang harus mereka ambil. Agar sang anak laki-laki tumbuh menjadi pribadi yang kuat, memiliki sikap dan tahu bagaimana memperlakukan istri dan dan anak.
Bukankah banyak sekali para laki-laki yang kebingungan dalam mencari jati diri, bertingkah bak pragawati sampai pada melencengnya orientasi.

Yaaa, seharusnya semua anak memiliki ayah, agar anak bisa tumbuh sesuai dengan fitrahnya, menjadi pribadi yang seimbang dan tak rancu dalam pembagian peran.

Memiliki ayah bukan hanya cukup dengan wujudnya, yang setiap hari ada disisi kita, tapi yang lebih penting adalah perannya, menjadi panutan sekaligus teman, dan menjadi super hero yang siap memberikan perlindungan.

Tapi mungkin Allah terlalu sayang dengan ayah, sehingga memanggilnya lebih cepat, dan mungkin juga benar bahwa "Good man dies young".
Aku sangat menghormati dan mengapresiasi keputusan ibu untuk memilih menjadi single parent, memilih fokus untuk membesarkan anak-anaknya meskipun tak mudah. Tapi aku juga sadar bahwa masih ada luka yang menganga, masih ada kerinduan yang tak tersapa dan masih ada kebutuhan yang tak terpenuhi, ya... Dialah sosok seorang ayah bagi keempat anak-anaknya.

Wahai para ibu hebat, menjadi single parent memang tak pernah diimpikan oleh setiap perempuan, tapi kadang pernikahan memang tak seindah angan. Tapi, jika kesendirianmu merupakan pilihan, janganlah menutup hati untuk pernikahan lain yang lebih membahagiakan. Karena ada hati yang harus kau jaga, ada kebutuhan sosok ayah yang harus kau penuhi, agar anak-anakmu tumbuh menjadi manusia yang sempurna.

Bukannya aku mengajari untuk tak setia, bukan pula menodai syakralnya cinta pada pernikahan, tapi sekali lagi, ada kewajiban yang harus ditunaikan, mendidik anak secara utuh agar mereka tak pincang dan yang terpenting ada kebutuhan cinta seorang ayah yang terpenuhkan.

Fitrina Kamalia


No comments:

Post a Comment

Popular Posts