Monday, August 3, 2020

Mendidik anak agar patuh tanpa omelan, apakah bisa?


Mendidik anak patuh dengan minim omelan, emang bisa?

Pada awalnya saya juga nggak percaya sih, hahah, mana bisa anak jadi patuh dan nurut-nurut gitu aja dengan perintah orang tua kalau nggak dikasi instruksi dan runut  alias ngomel. Apalagi anak-anak dibawah tujuh tahun yang rentang fokusnya masih terbatas. Disuruh beresin maian, eh ketemu buku, jadi lupa beresin karena mampir baca buku dulu. Jadi harus sering-sering diingetin, hayoo fokus, dek tapi bunda suruh apa? Dek tugasnya sudah beres apa belum?

Eh tapi bukannya orang dewasa juga begitu ya, mudah sekali terdistraksi terutama oleh smart phone. Nyetrika sambil nonton drama korea, eh drakornya kelar 2 episode tapi setrikaannya belum beres wkwkwkwk

Jadi ternyata orang yang tidak memiliki kebiasaan baik biasanya juga akan cenderung menunda-nunda pekerjaan, ini kaitannya dengan ketidakmampuan anak untuk menunda kesenangan, dan kalau ditelaah lebih dalam lagi ternyata disebabkan karena ketidakmampuan anak menentukan prioritas dan membedakan mana kewajiban dan mana kesenangan

Jadi memang ya, kebiasaan baik itu harus dilatih dan dibiasakan sejak kecil, orang tua harus memilihkan kebiasaan yang baik untuk anak seperti sebuah rel yang disusun rapi agar sebuah kereta dapat meluncur dengan lancar dan cepat. Peletakan rel ini sungguh tidak mudah, perlu kehati-hatian yang tinggi serta konsistensi  yang tak ada habisnya. Karena orang tua harus terus memastikan bahwa kebiasaan tersebut dilaksanakan dengan baik hingga benar-benar membentuk habbit yang sulit untuk diubah.

Menurut Charlotte Mason, kebiasaan yang sudah tertanam dengan kuat akan sangat memudahkan orang tua dalam mendidik anak. Setiap harinya rumah tidak perlu terdengar lagi teriakan, bentakan dan omelan karena anak-anak dengan senang hati dan ringan dalam melakukan kewajibannya. Kebiasaan ini bisa menjadi 10 kali lebih kuat daripada nature, yang tidak akan mudah hilang atau terganti dengan kebiasaan baru.

Jadi, bisakah orang tua mendidik anak-anak untuk patuh terhadap kewajibannya tanpa bentakan dan teriakan? Jawabannya bisa banget! Mungkin tidak mudah, tapi juga tidak mustahil. Bismillah bisaa

0

Friday, July 3, 2020

Hal-hal yang Menyakiti anak tanpa kita sadari

Dari diskusi tentang Charlotte Mason kemarin aku menemukan insight bahwa ternyata selama ini banyak orang tua termasuk aku yang tanpa sadar berbuat dzolim kepada anak. Awalnya ku kira dzolim (menyakiti) ini hanya sebatas melakukan kekerasan fisik dan verbal saja, ternyata definisi dzolim menurut CM lebih luas lagi, yaitu dzolim secara moral, fisik, spiritual dan intelektual. Ngeri kaan?

Dzolim secara moral itu yang bagaimana?

Jika anak berbuat kesalahan tapi orang tuanya tidak mengoreksinya saat itu juga, sehingga akan membentuk kebiasaan buruk anak yang nantinya dalam jangka panjang akan terbentuk jadi karakter buruk anak. Biasanya orang tua tidak mengoreksi anak dengan alasan karena anan masih kecil, anak belum paham dll. Padahal ketika tidak segera dikoreksi perilaku buruk tersebut nantinya akan menjadi penghambat dan menyulitkan kehidupan anak kelak. Secara tidak langsung orang tualah yang bertanggung jawab atas terbentuknya perilaku dan karakter buruk anak itu.

Makanya sebisa mungkin ketika anak berbuat kesalahan, segera dikoreksi dan diberikan pemahaman yang benar, tapi cara mengoreksinya harus tetap lembut tapi tegas dan ketika anak tidak sedang di depan orang banyak untuk menjaga harga dirinya.

Yang kedua adalah mendzolimi anak secara fisik, misalnya kita paham benar bahwa anak memerlukan nutrisi yang cukup dan beragam untuk pertumbuhannya, tapi terkadang orang tua malas memasak sehingga hanya memberikan makanan yang simpel-simpel saja (nugget, sosis, telur ceplok) dan akhirnya anak terbiasa makan tanpa sayur dan tidak suka sayur. Terlihat sepele tapi itu melanggar hak anak untuk mendapatkan kecukupan nutrisi.

Contoh lain adalah membiarkan anak hidup dalam lingkungan yang tidak aman dan tidak kondusif sehingga perkembangan fisik anak terhambat atau bahkan membahayakan anak.

Yang ketiga adalah dzolim spiritual, yaitu anak tidak dikenalkan dan didekatkan kepada Tuhannya dengan cara yang baik dan benar. Padahal anak sudah memiliki fitrah untuk mengenal Tuhan, tapi terkadang hal itu justru dimatikan oleh orang tua karena orang tua abai atau salah dalam memilih cara dalam mengenalkan Rabbnya. 

Contohnya bagaimana? Ketika anak tidak mau sholat dan orang tua membiarkan saja, dengan dalih nanti kalau dewasa akan tumbuh sendiri kesadarannya, tapi apakah benar begitu? padahal sholat itu harus dibiasakan dan sangat prinsipil agar anak tidak merasa berat saat menjalankannya. Dalam hadist pun sudah dijelaskan bahwa orang tua boleh bertindak tegas ketika anak enggan melakukan sholat saat usianya sudah mencapai tujuh tahun. Atau orang tua menganggap anak masih terlalu kecil untuk diajak berdiskusi tentang Allah, sehingga masa kecilnya terlewat begitu saja tanpa mengenal Allah.

Atau kesalahan lain dalam proses mengenalkan Allah ke anak adalah dengan meminta anak menghafalkan doa-doa dan ayat-ayat yang kering, anak hanya menghafal tanpa dijelaskan maknanya, lalu bagaimana anak bisa faham dan bisa meresapi apa yang dibacanya? Jika anak tidak dapat memahami makna doa dan firman Allah, lalu bagaimana anak akan mengenal Tuhannya?

Yang terakhir adalah dzolim intelektual, ketika orang tua tidak memberikan stimulasi otak yang cukup pada anak, orang tua abai terhadap pendidikan anak dan juga membiarkan anak melakukan hal yang merusak otak misalnya kecanduan gadget, game, pornografi dan narkoba. 

Yang pelu selalu kita ingat adalah bahwa anak bukanlah milik kita yang bisa kita perlakukan suka-suka kita, mereka adalah titipan Allah yang harus kita jaga dengan baik dan serius. Maka dari itu orang tua tidak boleh berhenti belajar agar dapat menjaga amanah Allah dengan sebaik-baiknya.
0

Monday, June 29, 2020

Kenapa anakku nggak mau dengerin omonganku?

Masih ngomongin soal kepatuhan anak pada orang tua nih, karena menurutku ini hal baru buatku dan penting banget dipelajari polanya oleh orang tua. Nggak sedikit orang tua yang mengeluhkan bahwa anak-anak mereka makin gede makin susah diatur, makin nggak denger omongan orang tuanya, padahal apa benar bahwa perubahan sikap menjadi "nggak nurut" itu terjadi hanya karena mereka sudah makin besar?

Ku rasa enggak, karena banyak faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan anak, bisa jadi semakin besar anak akan semakin cerdas sehingga semakin kritis dalam menanggapi perintah atau nasihat orang tua, akan tetapi serharusnya itu tidak mempengaruhi terhadap kepatuhan anak jka dari awal orang tua konsiten dan memberikan pemahaman bahwa kita melakukan ini karena benar dan harus.

Misalnya tentang screen time anak, jika orang tua memberikan screen time 30 menit per hari dan konsisten melakukannya, maka percaya deh nggak akan ada drama anak merengek-rengek atau nagis minta tambahan waktu nonton. Karena dari awal anak sudah paham bahwa waktunya hanya 30 menit dan itu untuk kebaikannya karena ia tahu bahwa anak harus lebih banyak bergerak, bermain di luar rumah dan mengeksplore lingkungan. Dan anak juga tahu bahwa meskipun mereka merengek dan nangis kejer, orang tuanya tidak akan memberi tambahan waktu karena mereka konsisten dan tegas dengan jadwal screen time.

Contoh lain, anak yang memasuki usia remaja rajin sekali sholat lima waktu, setiap kali mendengar adzan ia bergegas mengambil wudlu dan sholat. Ternyata sejak usia tujuh tahun orang tuanya selalu membiasakan untuk sholat tepat waktu, bukan karena orang tuanya galak, tapi karena orang tuanya memberi contoh dan memberi pemahaman kepada anak bahwa ibadah yang paling utama adalah sholat di awal waktu, dan Allah menyukai orang-orang yang bersegera ketika mendengar panggilan sholat.

See? sebenarnya kepatuhan anak bukan hanya karena anak masih polos dan nurut sama orang tua, sedangkan jika anak semakin besar dan semakin cerdas maka ia akan menajadi tidak patuh. Nope, anak-anak tidak serendah itu, mereka adalah individu yang cerdas dan cermat sekali dalam mengamati pola. Mereka dapat memahami alasan mengapa ia harus melakukan sesuatu, mereka juga teliti dalam melihat pola perilaku orang tuanya sehingga mereka memiliki kesimpulan dan cara pandang tertentu.

Maksudnya gimana sih?

gini..gini.. ketika remaja yang rajin sholat tadi melakukan sholat tepat waktu hanya karena takut pada perintah orang tuanya, maka saat ia di luar rumah mungkin ia akan mengabaikan panggilan adzan dan menunda sholat, tapi jika ia paham bahwa keutamaan ibadah adalah sholat di awal waktu maka ia tetap melakukan sholat tepat waktu dimanapun ia berada. Demikian juga ketika ia melihat orang tuanya konsisten melakukan sholat diawal waktu, ia membaca pola dan menarik kesimpulan bahwa memang menyegerakan sholat adalah bukan hal remeh yang bisa diabaikan, buktinya orang tuanya selalu memprioritaskan waktu sholat diatas pekerjaan-pekerjaannya. 

Beda cerita jika anak melihat orang tuanya sering menunda waktu sholat, maka anak pun akan mengambil kesimpulan bahwa sholat di awal waktu tidak menjadi prioritas penting, yang penting menunaikan sholat, nggak harus di awal waktu, sholatnya mepet-mepet di akhir waktu pun nggak masalah. Meskipun anak paham bahwa ibadah yang paling utama adalah sholat di awal waktu tapi anak tidak melihat kesesuaian itu pada pola jadwal sholat orang tuanya, ya anak nggak akan menganggap bahwa sholat di awal waktu adalah hal yang perlu diprioritaskan.

Menurut Charlotte Mason, ketika orang tua tidak patuh terhadap aturan dan tidak konsisten, maka ibaratnya ia sedang meletakkan batu sandungan yang nantinya akan menghalangi anak untuk disiplin dan patuh terhadap panggilan (perintah) orang tuanya. Semakin banyak orang tua abai pada aturan, maka semakin banyak batu sandungannya.

Soo... jika kita merasa "kok anak gue nggak mau denger omongan gue? harus adu mulut dulu baru mau nurut", nah.. coba deh cek pola yang diterapkan orang tua di rumah, jangan-jangan selama ini kita kurang konsisten terhadap aturan-aturan yang ada, atau kita termasuk orang tua yang moody , ketika kita happy kita akan disiplin, tapi ketika bad mood kita jadi abai sama aturan-aturan, yaudahlah biarin aja makan nggak pakai sayur soalnya lagi males masak, yaudahlah biarin nonton gadget aja daripada berisik, dan banyak yaudahlah yaudahlah lainnya yang akhirnya akan menjadi batu sandungan anak untuk nurut sama orang tua. *lagi ngomongin diri sendiri ya, Fit? hahahah

Well, memang menjadi ibu itu harus terus belajar dan nggak boleh moody, jadi orang tua itu berat karena anak adalah amanah Allah yang harus dijaga dan hadiahnya syurga. kalau mau yang gampang-gampang aja nanti hadiahnya pulsa. Kalau cuma mau pulsa, ya mendingan ikutan giveaway aja, ngapain susah-susah jadi orang tua, ya khaaan~~~~ 



0