Monday, July 10, 2017

BAHAYA LABELING

Suatu ketika saya keceplosan menegur si Kakak dengan sebutan nakal saat dia memukul adiknya karena rebutan mainan, “ Kakak jangan nakal dong sama adek, mainnya sama-sama ya, jangan rebutan”

Ternyata hal sepele itu berbuntut panjang, si adek mengenal konsep nakal dari omongan saya, jadi setiap kakaknya merebut mainan atau memukul dia mengadu ke saya : “Bunda, kakak akal!”

Jlebbb..!!

Pun tak kalah gawat efeknya pada si kakak, saat adiknya nangis, dia sontak bertanya kepada saya, “Bunda, kakak nakal ya?”
Kemudian saya langsung memeluknya, “enggak kak, kakak baik sama adek, kakan sayang sama adek”, lalau saya berikan pengertian bahwa merebut mainan itu tidak baik, dan saya berikan contoh bagaimana meminjam mainan dengan baik kepada adiknya.

Ya Allah, astaghfirullah…

Saya tidak bisa menjaga mulut saya dengan baik, ternyata keceplosan seremeh itu berakibat sangat buruk. Kesan nakal itu begitu di ingat oleh Binar karena saya pernah menyebutnya nakal, bukannya justru memperbaiki keadaan tapi malah menimbulkan sikap negatif lain pada si bungsu saya. Dia merasa menjadi “anak nakal” tiap kali adiknya nangis, padahal seringkali adiknya juga yang membuat kesalahan terlebih dahulu.

Belajar dari pengalaman itu, sekarang saya sangat berhati-hati dengan labeling, karena apa yang kita labelkan ke anak akan disimpan baik-baik dalam memorynya, semakin lama semakin mengendap menjadi karakter tetap dalam dirinya. Terutama pada usia 1-5 tahun, dimana kebutuhan pang besar anak adalah rasa aman dari keluarganya untuk membangun konsep diri dan rasa berharga, apa jadinya jika anak justru mendapat labeling negatif, bullying dan penolakan dari keluarganya sendiri?
Semakin jauh saya berfikir, tentang anak-anak yang dibesarkan di lingkungan yang kasar, setiap kali melakukan kesalahan selalu di maki dengan sebutan “anak setan”, “brengsek” , “nggak tahu diri”, “dasar anjing” dan cacian lainnya, tak heran jika mereka bertumbuh menjadi apa yang dilabelkan kepada mereka.

Jikapun dulunya kita adalah anak-anak yang dibesarkan dengan label negatif oleh orang tua kita, mari kita stop sampai di diri kita, tidak perlu kita teruskan bahkan diwariskan ke anak dan generasi kita.
Saat saya kecil dulu, saya biasanya dipanggil unyil karena saya berbadan kecil, saya tahu itu adalah panggilan kesayangan dari saudara saya, tapi tanpa saya sadari sampai saat ini saya selalu merasa berbadan kecil meskipun berada bersama orang yang lebih mungil dari pada saya, karena dalam pikiran saya, Fitrina itu kecil.


Moms, melabeli dengan label negative itu tidak dibenarkan, apapun alasannya, baik untuk panggilan sayang, bercanda maupun peringatan saat anak melakukan kesalahan. Karena, labeling itu seperti halnya doa yang terus di ucapkan, yang suatu saat akan terwujud seperti apa yang di labelkan. 

No comments:

Post a Comment

Popular Posts