Tuesday, June 7, 2016

Perem Puan

Suatu sore saat saya pulang kerja, saya bertemu dengan seorang ibu dengan membawa kedua balitanya. Kondisi kereta yang penuh sesak membuat si anak agak cranky, si ibu jadi agak panik karena anaknya yang kecil sudah mulai bertingkah, sepertinya dia mulai nggak betah dengan suasana panas di dalam kereta. 
Lalu terlintas ide dibenak saya untuk membuka smartphone, saya ingat saya pernah menginstall music for kids, permainan alat musik untuk anak-anak yang kalau layarnya dipencet-pencet muncul suara alat musik yang warna warni. Benar saja, saat saya sodorkan HPnya, si anak sangat tertarik memainkannya. berdua anteng pencet-pencet hp yang saya pegang. 
Sambil anak-anak asik main, saya mencoba membuka obrolan dengan ibunya:

Saya: Bu, darimana?
Ibu: Dari Tanah Abang mba, mau pulang ke Bogor
Saya: Ohh.. abis belanja?
Ibu: Nggak mbak, saya habis dari keluarga almarhum suami saya, ini kan mau puasa, saya mau pinjam modal untuk jualan, tapi nggak dapet. 
Saya: Ohh... anak ibu berapa?
Ibu: Empat mbak.. yang paling besar 12 tahun, ini yang paling kecil. Sambil menunjuk anaknya
Saya: *terdiam
Ibu : Suami saya meninggal saat anak saya yang paling kecil masih dikandungan usia 5 bulan.
Saya; *masih terdiam...

Saya : Suami ibu sakit apa?
Ibu: Nggak sakit mbak, cuma pas bangun tidur dia bilang dadanya sakit, terus meninggal.
Saya: *nahan nangis

Saya: Terus ibu kerja apa sekarang?
Ibu: saya cuci gosok mbak, tapi itu kalau ada yang minta aja, kalau ngga ada ya saya nganggur
Saya: terus anaknya sama siapa?
Ibu: Anak ya saya bawa sambil kerja, alhamdulillah nggak rewel
Saya: Alhamdulillah, semoga menjadi anak-anak yang sholih dan sholihah ya
Ibu: Aminn.., turun dimana mbak?
Saya: Saya turun di stasiun Citayam bu
Ibu: Oh bentar lagi nyampe ya..
Saya: Iya

Dari percakapan singkat tersebut hati saya campur aduk rasanya, haru, takjub, bersyukur, dan sedih. Terlebih kisahnya sama dengan ibu saya yang menyandang status jandanya di usia belum genap 35th dan saat saya anak paling kecil masih berusia 1 tahun. Berjuang sendirian demi ke empat anaknya, kerja apapun dijalani asalkan halal. dan yang lebih mengagumkan lagi adalah ibu saya memutuskan menjadi single parent sampai saat ini dan tidak berkeinginan untuk menikah lagi. Allahu Akbar... kalau saya jadi beliau apakah saya sanggup? *mewek

Memang, saat perempuan menikah yang terbayang adalah indahnya berumah tangga dengan orang yang sangat dicintai, mendidik anak-anak yang sholeh dan sholihah, memiliki rumah sederhana yang penuh dengan canda tawa, dan dicintai oleh seorang suami yang bertanggungjawab.
But, unfortunately.. diantara banyak perempuan yang beruntung dan berbahagia dengan kehidupannya, terselip perempuan-perempuan tangguh yang harus menghadapi kondisi yang tidak pernah dibayangkan dan diinginkan oleh siapapun. 
Ya... kondisi ini sama sekali berbeda dengan yang mereka impikan, diceraikan oleh suami yang lebih memilih selingkuhannya, ditinggal mati oleh suami di masa-masa rentannya, atau yang lebih beruntung perempuan yang tetap bisa bertahan ditengah dera cobaan perekonomian keluarga. Beban yang mereka pikul membuat perempuan cengen seperti saya berdecak kagum, luar biasa hebat!

gambar diambil dari sini

Para suami, Jika hidup tak selamanya indah, jika pernikahan tak selamnya seperti kisah putri dalam dongeng, memang sudah seharusnya jika perempuan itu harus berdaya, harus punya skill dan multitalenta. Untuk apa? bukan untuk menjadi kompetitor suami, bukaan...! Tapi untuk menjaga keluarga kalian jika ada badai menerjang, untuk mendidik anak-anak kalian dan untuk menggantikan peran kalian menjadi tulang punggung keluarga. 

Jikalaupun istrimu adalah seorang ibu rumah tangga,bukan berarti kalian berhak mematikan kemampuannya. Percayakan dia untuk tetap berdaya, berikanlah kesempatan untuk mngasah ilmunya, karena jika kalian tak lagi disisi hanya dia yang bisa kau andalkan untuk menyandang peran ganda sebagai ibu dan tulang punggung keluarga.

Peremuan, coba tanyakan padanya apa yang tidak bisa dia lakukan, dibilang lemah tapi nyatanya dia sangat tegar menghadapi sulitnya kehidupan, dibilang manja tapi dia tetap tangguh didepan anak-anaknya, tak ingin sedikitpun terlihat lemah atau bahkan mengasihani diri. 

Perem Puan...





2 comments:

  1. nenek saya pun demikian dengan ke sepuluh anaknya, ia hidupu dengan mengajar mengaji kemana-mana. Sampai akhir hayatnya tak lagi menikah.
    Saya sendiri masih lemah sepertinya sebagai perem puan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hebat ya mbak, anak 10 beliau besarkan tanpa mengeluh, kalau mahmud sekarang anak dua aja udah ngeluh mulu di sosmed heheheh

      Delete

Popular Posts