Mengingat kembali pertanyaan saya tujuh tahun yang lalu tentang peran perempuan di muka bumi ini. Sebuah peran yang disebut-sebut sangat spesial dan dilindungi, tapi juga dibatasi dengan sejuta aturan dan larangan. tidak seperti laki-laki yang lebih terkesan bebas tanpa banyak aturan dalam beribadah atau bermuamalah. Dan selalu pertanyaan itu muncul, mengapa harus perempuan? mengapa perlakuannya berbeda? mengapa tak disamakan saja?
Tapi saya bersyukur karena Allah menganugerahkan pertanyaan-pertanyaan "nakal" itu, bukan bermaksud meragukan kebenaran perintah Allah, saya hanya berusaha untuk mencari jawaban agar saya dapat menjalankan perintahNya dengan mantap dan bukan sekedar ikut-ikutan. Dan benar saja, saya mencari dan terus mencari jawabannya, sampai pada satu fase dalam hidup saya yaitu fase menjadi ibu. Fase dimana saya tidak hanya mengisi kehidupan dengan "aku, pendidikan dan karir" saja, tapi juga tentang "keluarga, suami dan anak". Allah mempertemukan saya dengan suami pasti ada alasannya, laki-laki dan perempuan, pasti ada peran yang harusnya saling melengkapi. Seperti halnya sebuah puzzle, kepingannya berbeda bentuk, tapi akhirnya mereka saling melengkapi menjadi kesatuan yang sempurna. Begitu pula laki-laki dan perempuan, mau dilihat dari sisi manapun mereka tetap berbeda, dan jelas fungsi dan perannya berbeda, tapi hadirnya tentu saja untuk menjadikan keluarga menjadi sempurna.
Ibu, suatu profesi yang Allah sematkan kepada perempuan bukan tanpa alasan. Perempuan dipilih untuk memiliki rahim dan "rasa" untuk dapat menjadi tempat yang nyaman sekaligus menguatkan. Saya menyadari betul kenapa Allah memerintahkan perempuan untuk fokus dirumahnya, karena ada tanggung jawab yang besar disana. Dulu saya pernah mengelak, bahwa mencintai anak bukan berarti harus bersamanya 24 jam, tapi bekerja juga bisa menjadi wujud rasa cinta untuk mereka untuk memberikan kehidupan dan pendidikan yang lebih baik, tapi ternyata memang tidak mudah untuk fokus dalam menjalani dua peran sekaligus, menjadi ibu dan menjadi pekerja kantoran. Sekuat apapun saya untuk mencoba mengelak, fitrah dan naluri "ibu" yang saya miliki selalu menyalakan alarm berupa rasa bersalah saat meninggalkan anak-anak bersama orang lain, entah kenapa saya selalu merasa "seharusnya bukan disini aku saat ini".
Dan ditahun ini, Alhamdulillah Allah memberikan jalan kepada saya untuk pulang kerumah, dengan pertimbangan yang sangat matang saya mantap untuk mendengar panggilan naluri saya. Bismilah, selama setahun penuh saya mempersiapkannya, baik mental, finansial dan juga ilmu. Salah satunya adalah dengan bergabung di Institut Ibu Profesional, saya berharap saya bisa memperoleh bekal untuk menjadi ibu secara utuh untuk menebus kesempatan yang saya tinggalkan selama empat tahun ini, semoga Allah meridloi.
Saya percaya satu hal, setiap amanah pasti akan dimintai pertanggungjawabannya, maka dari itu sebelum terlambat saya akan menjaga amanah ini dengan sebaik-baiknya. Allah memberikan kepada kita anak-anak dalam kondisi baik, jangan sampai kita mengembalikan kepadaNya dengan kondisi rusak, na'udzubillah. Maka dari itu saya betekat untuk terus belajar untuk menjadi pendidik yang baik, karena seorang guru harus memantaskan diri dulu sebelum menjadi panutan untuk muridnya, dan harus cerdas dulu sebelum mencerdaskan muridnya.
Usaha yang saya lakuakan diantaranya adalah mempuat ceklist ibu profesional yang telah saya bahas di postingan sebelumnya, agar saya memiliki acuan dalam perilaku dan kegiatan sehari-hari untuk mencapai tujuan yang telah saya tetapkan bersama keluarga.
Selain itu saya ingin sekali berbagi pengalaman dengan teman-teman yang pernah mengalami kegalauan seperti saya untuk pulang ke rumah, rencana saya, saya akan membuat komunitas "ibu pulang ke rumah" dengan tujuan untuk saling menguatkan dan saling berbagi inspirasi.
Misi Hidup : Memotivasi dan menguatkan orang lain
Bidang: Peran perempuan sebagai ibu
Peran : Penggagas Komunitas
Dan tahapan yang yang harus dilalui untuk mewujudkan cita-cita saya tersebut, lagi lagi saya harus memantaskan diri terlebih dahulu dengan banyak belajar dan konsisten untuk melaksanakan ceklist menjadi ibu profesional yang telah saya buat. Yang tidak kalah penting bahwa saya harus membuktukan bahwa saya harus sukses melawan ketakutan dan kekhawatiran saya sendiri untuk menjadi full time mother agar dapat memberikan inspirasi untuk ibu bekerja yang lain.
Bismillah, berikut ini ada milestone yang telah saya susun:
Trimester pertama : Mengalahkan rasa malas dan rasa takut dalam beranjak dari zona nyaman
Trimester kedua : Mengejar ketertinggalan peran sebagai ibu selama empat tahun terakhir
Trimester ketiga : Membangun komunitas "ibu pulang ke rumah" untuk tujuan saling menguatkan
Trimester keempat: Perbanyak menulis agar dapat memberikan inspirasi dan ajakan dengan jangkauan yang lebih luas
Mohon doanya ya, semoga Allah memudahkan.. :)
No comments:
Post a Comment