Sunday, May 21, 2017

SAATNYA PULANG KE RUMAH

Dulu sekali saat saya masih menjadi mahasiswi yang idealis,  target utama saya adalah menjadi lulusan terbaik dan mendapatkan pekerjaan bergengsi yang sesuai dengan keilmuwan yang saya tekuni, dan Alhamdulillah Allah mengabulkannya.

Jurusan psikologi yang membawa saya menjadi seorang karyawati di sebuah perusaan Asing,  cukup bergengsi. Saya selalu berpendapat bahwa perempuan itu harus berdaya,  harus memiliki karir yang baik,  berpendidikan dan berprestasi dalam karirnya, intinya laki-laki dan perempuan itu harus setara. Dan saya pun mempertanyakan anjuran dalam agam islam bahwa perempuan itu seharusnya dirumah,  menjaga keluarga dan menjadi sekolah pertama dan utama untuk anak-anaknya,  sekali lagi saya bertanya,  kenapa harus perempuan? 

Lalu setelah itu, perlahan namun pasti Allah menjawab pertanyaan saya,  tak selang beberapa lama,  saya menikah dan hamil anak pertama,  saya mulai merasakan kejanggalan dalam hati kecil saya,  kalau saya kerja bagaimana si kecil nantinya? Aman kah? Terjamin makanannya kah? Cukup kah kasih sayangnya? Benarkah langkah yang ku ambil untuk bekerja?

Didalam kebimbangan saya terus mencari jawab,  dan saat anak pertama saya berusia setahun,  saya hamil anak kedua.  Makin bertambah kegalauan saya,  sampai pada ujungnya saya bertanya,  seimbangkah apa yang saya dapat dengan meninggalkan anak-anak yang masih kecil ini seharian?

Berbulan-bulan saya menimbang memikirkan sisi positif negatifnya, dan sampailah pada keputusan bahwa,  "ya!  Saya harus kembali kerumah! ".

Disitulah saya menemukan jawaban bahwa Islam menganjurkan perempuan intuk dirumah,  selain untuk menjaga diri dari fitnah,  perempuan juga memiliki tugas sebagai guru pertama dan yang paling utama untuk anak-anaknya, yang tentu akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat.

Dan pertanyaan yang kedua,  kenapa harus perempuan? Saya yakin bahwa Allah memasangkan laki-laki dengan perempuan untuk menikah dan memiliki keturunan.  Untuk apa? Untuk berbagi peran.  Allah membekali tubuh laki-laki dengan kekuatan otot,  ketahanan mental dan pikiran yang logis, untuk apa? Untuk bekerja mencari nafkah.  Kita tahu bahwa bekerja diluar rumah sangatlah besar tuntutannya, menguras tenaga dan pikiran,  serta memerlukan mental yang kuat untuk menghadapi gemblengan-gemblengan pekerjaan. Jadi pas kan jika laki-laki yang memiliki kewajiban untuk bekerja?

Sedangkan perempuan, telah dibekali Allah dengan hati yang penyayang,  peka,  teliti, multi tasking dan memiliki rahim dan payudara,  untuk apa? Untuk menjadi ibu sekaligus guru yang baik untuk anak-anaknya.  Jadi jangan dibalik-balik,  Allah telah melengkapi fitrahnya dengan fungsinya masing-masing. Kalau memang mau sama-sama bekerja,  kenapa Allah menjodohkan laki-laki dengan perempuan? Kenapa tidak dengan laki-laki saja?

Dari perenungan saya,  saya mengambil kesimpulan bahwa bekerja ataupun menjadi ibu rumah tangga tidaklah menyebabkan berkurangnya martabat diri,  justru dengan melaksanakan fungsi yang seharusnya, itu menandakan bahwa kita mampu memahami siapa sejatinya diri kita,  untuk apa kita hidup dan kemana akhirnya tujuan kita.

Alhamdulillah,  saya menemukan cita-cita saya sebenarnya, saya ingin menjadi guru, guru untuk anak-anak saya,  dan guru untuk diri saya sendiri dalam setiap pelajaran hidup yang saya temui.

Saya sadar betul bahwa menjadi guru tidaklah mudah.  Saya harus siap belajar dengan sungguh-sungguh agar saya menghasilkan anak didik yang berkualitas. Saya harus lebih bersabar,  lebih mau mendengarkan mereka dan tidak menjadi guru yang egois. Karena anak-anak belajar dewasa dari saya,  dan saya belajar bijaksana dari mereka.

Bismillah,  tepat di usia anak saya ke 4 tahun nanti, tanggal 28 juli 2017, saya resmi menjadi ibu rumah tangga,  menjadi ibu guru bagi anak-anak saya dan yang terpenting untuk kembali kepada fitrah saya sebagai perempuan,  al ummu madrosatul uula. 

No comments:

Post a Comment

Popular Posts